post image

Hasil Penelitian YAICI: 22,3 Persen Warga DIY Anggap Kental Manis Sebagai Susu


Konferensi pers hasil penelitian 'Penggunaan Kental Manis pada Masyarakat Marjinal dan Dampaknya Terhadap Status Kesehatan Balita' yang dilaksanakan di Gedung Siti Moenjiyah UNISA Yogyakarta


(Yogyakarta DIY) Hasil penelitan baru-baru ini menyimpulkan sebanyak 22,3 persen warga di DIY masing menganggap kental manis sebagai susu. Padahal kental manis sebenarnya bukanlah susu, namun merupakan minuman gula yang ditambahkan dengan susu. Sehingga jika mengkonsumsi kental manis sebagai susu, maka perilaku tersebut tidak tepat.

Temuan tersebut merupakan hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) terhadap 1.000 responden di Kabupaten Bantul, Sleman, Kulonprogo dan Gunungkidul pada bulan Juni lalu. Dalam penelitian ini YAICI turut menggandeng PP Aisyiyah dan Universitas Aisyiyah (Unisa).

“Hasil temuan YAICI dan Aisyiyah menunjukkan masih banyak kental manis diberikan kepada anak dan orang tua sebagai minuman susu pada masyarakat marjinal. Dari 1.000 responden, sebanyak 22,3 persen atau 231 ibu di empat kabupaten tersebut menganggap kental manis adalah susu,” kata Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat SE.,MM dalam konferensi pers hasil penelitian ‘Penggunaan Kental Manis pada Masyarakat Marjinal dan Dampaknya Terhadap Status Kesehatan Balita’ yang dilaksanakan di Gedung Siti Moenjiyah UNISA Yogyakarta, Sabtu (19/08/2023).

Dari temuan ini juga diketahui, 5 persen balita masih diberikan kental manis sebagai susu pendamping ASI. Sedangkan sebanyak 27 persen lainnya kental manis dikonsumsi orang tua sebagai susu.

Arif Hidayat mengungkapkan jika anggapan ini diteruskan maka akan berdampak tidak baik bagi kesehatan. Balita yang konsumsi kental manis terindikasi dan berpotensi mengalami malnutrisi seperti gizi buruk, stunting maupun obesitas.

“Karena kental manis itu bukan susu, jadi perannya tidak bisa menggantikan susu. Kadar gula dalam kental manis cukup tinggi sehingga sangat tidak baik jika harus dikonsumsi balita maupun anak-anak,” jelasnya.

Ia mengatakan anggapan kental manis sebagai susu memang sudah lama terbentuk dalam masyarakat. Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat akan lebih tahu tentang dampak yang dapat ditimbulkan dari mengkonsumsi kadar gula yang tinggi dan dengan demikian masyarakat tidak lagi menganggap kental manis sebagai susu.

Guru Besar Gizi Universitas Muhammadyah Jakarta (UMJ) sekaligus wakil ketua penelitian, Prof. Dr. Tria Astika Endah Permatasari, S.K.M., M.K.M mengungkapkan tanpa disadari apa yang konsumsi sehari-hari oleh masyarakat itu mengandung gula. Ia membagi gula ke dalam tiga jenis yakni free sugar gula, gula alami yang terdapat pada sayur dan buah, kemudian hidden sugar.

“Hidden sugar adalah gula tambahan yang disamarkan di dalam produk dengan nama-nama tertentu, salah satunya dalam kental manis. Seringkali konsumen tidak menyadari bahwa itu juga termasuk jenis gula,” ungkapnya.

Walau gula akan berdampak tidak baik bagi kesehatan, namun bukan berarti masyarakat tidak boleh mengkonsumsinya sama sekali. Menurutnya gula tetap diperlukan tubuh, namun kadarnya harus dibatasi.

Tria mengungkapkan untuk orang dewasa kebutuhan gula berkisar 35 - 40 gram perhari, sedangkan untuk anak-anak direkomendasikan antara 20 - 25 gram perhari. Sedangkan gula yang terkandung dalam kental manis berkisar 19 - 20 gram setiap penyajian.

Ia menambahkan masa balita terutama pada dua tahun pertama kehidupan merupakan masa tumbuh kembang, dimana kebutuhan protein sangat tinggi. Banyak sumber protein dapat diperoleh, salah satunya dari susu.

Kandungan protein dalam kental manis pada takaran saji hanya 1 gram saja, sedangkan kandungan gula yang dimiliki sampai 20 gram. Sementara untuk balita, kebutuhan protein yang harus dicukupi mencapai 9 - 25 gram sehari.

“Kalau misalnya seorang ibu mengajarkan kental manis asupan utama sebagai susu dengan 3 kali sehari, maka itu hanya akan memenuhi 3 gram protein sehari. Kalau masih pada kental manis (dijadikan sumber protein) yang utama, ini akan menjadi bahaya bagi generasi yang akan datang,” pesannya

Kandungan protein dalam kental manis pada takaran saji hanya 1 gram saja, sedangkan kandungan gula yang dimiliki sampai 20 gram. Sementara untuk balita, kebutuhan protein yang harus dicukupi mencapai 9 - 25 gram sehari.

“Kalau misalnya seorang ibu mengajarkan kental manis asupan utama sebagai susu dengan 3 kali sehari, maka itu hanya akan memenuhi 3 gram protein sehari. Kalau masih pada kental manis (dijadikan sumber protein) yang utama, ini akan menjadi bahaya bagi generasi yang akan datang,” pesannya.

Sementara itu Rektor Unisa Yogyakarta, Warsiti. S.Kep., M.Kep., Sp. Mat mengatakan dalam penelitian ini Unisa mengirimkan beberapa dosen sebagai peneliti. Dari penelitian ini pula ternyata ada banyak isu yang dapat dikembangkan nantinya, tak hanya sebatas pada kental manis saja.

“Bagaiman hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk masyarakat, tidak hanya di jurnal-jurnal saja. Hasil ini nantinya juga akan kami bawa dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat,” tegasnya. (Raya Sanjiwani)

0 Comment