Indonesia Capai Net Zero Emmision Tahun 2060, KLHK Target Penurunan Emisi Naik 31% Tanpa Syarat dan 43,20% Bersyarat
Caption foto: (ki-ka) Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. (Ketua Harian I Tim Kerja FOLU Net Sink 2030), Novia Widyaningtyas S.Hut., M.Sc. (Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Industri dan Perdagangan Internasional dan Kusno Wibowo, S.T., M.Si. (Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi D.I. Yogyakarta)
(Yogyakarta DIY) - Indonesia diberi kekayaan sumberdaya alam berlimpah bahkan disebut sebagai negara dengan mega biodiversity. Namun beberapa tahun belakangan ini, Indonesia dan negara-negara di dunia sedang menghadapi berbagai macam krisis dan bencana alam yang merupakan dampak perubahan iklim.
Berbagai krisis akibat aktifitas manusia ditengarai menjadi salah satu pemicu, terlebih aktivitas yang meningkatnya emisi Gas Rumah Kaca merupakan faktor terjadinya perubahan iklim yang signifikan. Pengurangan gas emisi pada saatnya akan menjadi pintu masuk perdagangan karbon secara global yang harus disiapkan seluruh stakeholder di Indonesia.
Karena itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terus melakukan pengurangan gas emisi dan berkomitmen dalam submisi Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC). Salah satunya melalui sosialisasi Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030 Region Jawa di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Novia Widyaningtyas, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Industri dan Perdagangan Internasional menyampaikan menyikapi isu perubahan iklim tersebut Indonesia telah menyatakan sikap komitmen kepada dunia internasional sejak Paris Agreement yang kemudian diratifikasi melalui Undang-undang No.16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa mengenai Perubahan Iklim) untuk berkontribusi dalam upaya pengendalian perubahan iklim dengan melalui submisi Nationally Determined Contribution.
Kemudian dilanjutkan dengan menyusun strategi jangka panjang Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR 2050) untuk membatasi kenaikan rata-rata suhu global di bawah 2°C dari tingkat pre industrialisasi dan terus berupaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga di bawah 1,5°C.
"Target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagaimana dinyatakan pada dokumen Enhanced NDC tersebut adalah sebesar 31,89% (CM1) dengan upaya sendiri dan sampai dengan 43,20% (CM2) dibandingkan business as usual (BAU) dengan dukungan internasional pada
tahun 2030," jelas Novia di Yogyakarta, Senin (20/05/2024).
Ia menyampaikan target tersebut meliputi 5 (lima) sektor pengemisi yaitu sektor Energy, Waste, Industrial Processes And Production Use (IPPU), Agriculture, dan sektor Forestry and Other Land Use (FOLU)," jelasnya.
Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 merupakan komitmen ambisius Indonesia untuk mencapai tingkat emisi GRK -140 juta ton CO2e pada tahun 2030. Program ini menggunakan empat strategi utama, yaitu mencegah deforestasi; konservasi dan pengelolaan hutan lestari; perlindungan dan restorasi lahan gambut; serta peningkatan serapan karbon dan dapat dicapai dengan 3 (tiga) modalitas utama yaitu Sustainable Forest Management, Environmental Governance dan Carbon Governance.
"Dari hasil integrasi spasial penentuan sebaran lokasi priorias pelaksanaan kegiatan mitigasi Indonesia FOLU Net Sink 2030, diperoleh lokus prioritas pelaksanaan kegiatan yaitu pada Pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua," ungkap Novia.
Senada hal itu, Ruandha Agung Sugardiman, Ketua Harian I Tim Kerja FOLU Net Sink 2030 menyampaikan dalam agenda pengendalian perubahan iklim, Pulau Jawa memiliki karakteristik yang berbeda dengan pulau- pulau besar lainnya, sehingga terdapat kekhususan dan pendekatan yang berbeda dalam menetapkan aksi-aksi dan upaya dalam percepatan pencapaian target FOLU
Net Sink 2030.
"Berdasarkan potensi kecenderungan penurunan kualitas daya dukung dan daya tampung air, semakin bertambahnya luasan areal lahan kritis, peningkatan cadangan karbon melalui potensi mangrove, Area Hutan Produksi/Konsesi, KHDPK dan stok karbon areal hutan konservasi dan hutan lindung di Pulau Jawa," jelasnya.
Ia menyampaikan terdapat 7 (tujuh) Rencana Operasional di Region Jawa dan 6 (enam) Rencana Operasional yang dapat diterapkan di D.I. Yogyakarta yang terdiri dari RO1 pencegahan laju deforestasi pada lahan mineral, RO4 Pembangunan Hutan Tanaman, RO7 Peningkatan Cadangan Karbon dengan Rotasi, RO8 Peningkatan Cadangan Karbon Non Rotasi, RO11 Perlindungan Konservasi Keanekaragaman Hayati dan RO12 Pengelolaan Mangrove. Rincian RO tersebut akan didetailkan pada Workshop I penyusunan Rencana Kerja Sub Nasional Provinsi Jawa Timur.
Saat ini dukungan internasional terhadap
implementasi Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 terus mengalir terutama terkait kontribusi pendanaan. Ini merupakan bukti keseriusan dunia terhadap penanganan isu perubahan iklim dan potensi Indonesia dalam upaya pengendalian perubahan iklim internasional.
Berdasarkan demografi Daerah Istimewa
Yogyakarta pada tahun 2022 sebanyak
3.761.870 jiwa dengan kepadatan penduduk 1.186 jiwa/km2. Sementara itu Area tutupan lahan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar ± 6,92% luas daratan tentu saja sangat kurang dari minimal kecukupan tutupan hutan.
"Vegetasi penyusunnya diantaranya adalah terna rawa, hutan batu gamping pamah, hutan pamah, hutan pegunungan, hutan Pantai dan lain-lain," sebutnya.
Sementara itu, Kusno Wibowo, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi D.I. Yogyakarta menyampaikan wilayah DIY mempunyai areal lahan kritis dan sangat kritis mencapai sekitar ± 72.294 Ha. Kondisi tersebut menjadi potensi yang besar untuk menyusun aksi mitigasi pengurangan emisi GRK di wilayah D.I. Yogyakarta dengan memperhatikan potensi daya dukung dan daya tampung air.
KLHK bekerjasama dengan Tim Pakar dari
UGM yang didukung oleh para pakar dari IPB, Universitas Brawijaya, Pakar Dari ITB dan lainnya telah menyusun Rencana Operasional Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 Region Pulau Jawa yang memuat rencana aksi mitigasi dan adaptasi serta upaya-upaya menyerap biomassa karbon dan emisi untuk pengendalian perubahan iklim dengan pendekatan Daya Dukung dan Daya Tampung Air, Tingkat Kekritisan Lahan, Kerawanan Erosi dan Limpasan di Region Jawa.
"Keunggulan komparatif sektor kehutanan
dan penggunaan lahan Indonesia, best
practice dalam pengelolaan lingkungan dan kehutanan dan dengan kerja kolaborasi berbagai pihak serta dukungan kerjasama internasional adalah kunci utama keberhasilan kita untuk mencapai target net sink di tahun 2030," pungkasnya. (Raya Sanjiwani)
0 Comment