Ironis! Mbah Sunardjo, 33 Tahun Mengabdi di PT KAI, Kini Jadi Korban Penggusuran Proyek Stasiun Lempuyangan
(YOGYAKARTA, DIY) - Sungguh ironi nasib yang dialami seorang warga lanjut usia (lansia) bernama Daniel Sunardjo. Pria 86 tahun itu dipaksa angkat kaki dari rumah dinasnya, karena terdampak proyek beautifikasi Stasiun Lempuyangan, Kota Yogyakarta.
Sunardjo merupakan mantan pegawai PT KAI berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang pensiun pada 1994. Jabatan tertinggi yang pernah diembannya adalah Kepala Urusan Kelistrikan se-Jawa, di Jawatan Kereta Api Wilayah Usaha Jawa.
Namun, sebagai saksi sejarah perkeretaapian Indonesia, dengan masa pengabdian mencapai 33 tahun, Sunardjo merasa diremehkan. Bukan tanpa alasan, ganti rugi yang ditawarkan PT KAI untuknya jauh lebih kecil dibandingkan 13 rumah warga lainnya.
Sebagai informasi, PT KAI hanya bersedia memberi santunan sebesar Rp21 juta untuk bangunan berluas 80 meter persegi yang ditempatinya sejak 1978 itu serta beberapa bangunan semi permanen. Padahal, dia merupakan satu-satunya pensiunan PT KAI yang masih tersisa di permukiman tersebut.
"Saya ganti ruginya paling rendah, hanya Rp21 juta. Lainnya ada yang 100 juta lebih, kemudian 50 juta lebih. Itu tidak manusiawi. Saya pensiunan kok seperti diremehkan," tandasnya, Jumat (16/5/25).
"Padahal rumah itu saya pelihara dengan baik-baik, pekarangannya bersih, tidak ada emplek-emplek untuk parkiran sepeda motor juga. Semuanya terawat sangat baik," keluh Sunardjo.
Oleh sebab itu, Sunardjo mempertanyakan skema pengukuran dan penghitungan yang dilakukan PT KAI di huniannya. Bukan tanpa alasan, pembenahan demi pembenahan sudah dilakukannya sejak lama, agar rumah tetap berdiri dan layak ditempati.
Bahkan, beberapa insiden bencana alam yang mengguncang Yogyakarta, memaksanya merogoh kocek dalam-dalam untuk rehabilitasi. Khususnya, imbas kejadian gempa bumi tahun 2006, maupun puting beliung tahun 2007 silam.
"Karena bencana alam itu, atap rumah rusak parah. Tapi, saya perbaiki sendiri, genteng saya ganti dengan yang baru semua. Saya dua kali itu, habisnya lebih dari Rp50 juta," ungkapnya.
Di usianya yang sudah tergolong uzur, sengkarut ini praktis berpengaruh pada kondisi psikologisnya. Untuk meredanya, Sunardjo bersama anak, menantu dan cucu yang tinggal di rumah di Jalan Lempuyangan No 18, memilih mengungsi sementara ke kediaman kerabatnya di kawasan Timoho.
Meski demikian, Sunardjo menolak untuk pasrah menerima ketidakadilan yang dirasakan. Tidak tanggung-tanggung, dirinya pun siap membawa permasalahan ini ke meja hijau, demi mendapatkan hak-hak yang diklaimnya tersebut.
"Saya mau membawa ke ranah hukum, saya sudah minta bantuan ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Yogyakarta. Saya mau dibantu, semoga mendapatkan keadilan untuk semuanya," terangnya.
Tapi, terlepas dari perlakuan kurang menyenangkan yang diterimanya, Sunardjo mengaku bersykur, karena Kraton Ngayogyakarta turut mengulurkan tangan. Ya, Kraton disebut akan menggelontorkan uang bebungah sebesar Rp750 juta yang dibagi rata untuk 14 rumah terdampak proyek Stasiun Lempuyangan.
Menurutnya, alokasi tersebut merupakan bentuk kepedulian dari Kraton Ngayogyakarta untuk para kawulanya yang sudah tinggal puluhan tahun di atas tanah Sultan Ground. Ia berharap, pola-pola memanusiakan manusia semacam itu bisa diterapkan pula oleh PT KAI.
"Itulah yang disebut tahta untuk rakyat. Saya melihatnya betul-betul adil. Saya matur sembah nuwun pada Gusti Mangkubumi. Beliau punya jiwa mulia," pungkasnya. (Raya Sanjiwani)
0 Comment