post image

Tak Ada Kejelasan SLF, Korban Malioboro City Siap Gelar Aksi di Kantor DPRD DIY dan Gubernur DIY

  • Administrator
  • 20 Feb 2025
  • News

Caption foto: Korban kasus jual beli apartemen Malioboro City.

(Yogyakarta, DIY) -  Aksi penyampaian aspirasi oleh korban jual beli apartemen Malioboro City akan kembali dilakukan. Hal itu dilakukan setelah belum adanya kejelasan penerbitan SLF atau Sertifikat Laik Fungsi dari Pihak Pemkab Sleman maupun stakeholder lainnya.

Koordinator Perhimpunan Penghuni Pemilik Satuan Rumah Susun (P3SRS) Apartemen Malioboro City Yogyakarta, Edi Hardiyanto menilai penerbitan SLF terkesan lamban dan persoalan SLF ini banyak di tumpangi banyak kepentingan.

Aksi ini sebagai simbol keprihatinan dan luapan kegeraman masyarakat korban mafia pengembang Inti hosmed. Sampai saat ini, kata Edi, Pemkab Sleman hanya mengulur waktu menunggu Bupati yang baru dan setiap pertemuan pihak pemkab Sleman tidak pernah mengeluarkan Notulensi resmi.

"Dinas PU yang memiliki ranah ini terkesan mempersulit dengan banyak alasan. Para korban Malioboro City siap menggelar aksi dengan membawa aspirasi harapan dan kekecewaan ke Wakil Rakyat Yogyakarta," ungkapnya.

Edi menyebutkan tidak ada lagi jalan lain selain meminta pertolongan dari para wakil rakyat yang ada di DPRD DIY dan Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan HB X sebagai pengayom warga Jogja.

"Kami minta aparat hukum dan KPK harus monitor dan awasi dan periksa DPUPKP dan instansi terkait yang selama ini menangani perijinan Apartemen Mioboro City," jelasnya.

Terkait Dokumen Lingkungan yang harus dilakukan pembaharuan, para korban saat ini sedang memproses dan sudah kordinasi dengan pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Dinas Lingkungan Hidup DIY. Sementara untuk tindak lanjutnya, P3SRS Malioboro City dan MNC bersinergi dalam penyelesaian dokling yang di minta sebagai syarat administrasi.

"Sebagai warga negara, kami akan taat aturan yang berlaku. Saatnya kepala daerah  yang baru harus tegas dan dapat menyelesaikan permasalahan Perijinan Malioboro city jangan sampai di buat permainan karena sampai saat ini proses ini semakin ruwet dan ribet dan berbelit-belit tanpa kejelasan,"terangnya.

Ia juga mengatakan telah mengadukan kasus ke Ombudsman dan Komisi Pemberantasan Korupsi agar ikut mengawal proses perijinan SLF dan lainnya.

"Kami akan menuju DPRD DIY untuk mohon bantuan para Wakil Rakyat di DPRD DIY  dan dari Sultan HB X, supaya mendengar jerit hati kami, kami minta Ketua DPRD DIY untuk mengundang para pejabat pengambil kebijakan yang terkait permasalahan Malioboro city ini," jelas Edi.


Para korban berharap pihak penegak hukum memberantas mafia pengembang dan PT Inti Hosmed harus dibacklist karena telah merusak iklim investasi di DIY.

Para korban juga terus berkoordinasi dengan MNC selaku pemilik hak atas tanah dan bangunan tersebut, dan saat ini MNC sudah bermohon secara resmi untuk membantu menyelesaikan perijinan SLF yang di telantarkan oleh Inti Hosmed.

"Namun sayang sekali itikad baik MNC tersebut tidak didukung pemkab Sleman dan terkesan dicari cari kesalahan nya. Kami juga "menantang" pemkab Sleman untuk terbuka dan transparan, ada berapa gedung bangunan  publik di sleman   yang belum memiliki SLF tapi bisa beroperasi atau bisa memiliki SLF tapi beberapa persyaratan teknis dan administrasi tidak terpenuhi," jelasnya.

Sementara Budijono sekretaris P3SRS Malioboro City mengatakan berlarutnya persoalan SLF karena tidak adanya keberpihakan terhadap para korban.
Hingga saat ini, kata Budi, belum ada keseriusan dari pihak Pemkab sleman dalam mengeluarkan SLF (Sertifikat Laik Fungsi) dan membuat sistem birokrasi ruwet. Pemkab Sleman dan pihak pihak lainnya menurut Budi lebih mengedepankan "mencari aman" masing masing tanpa mau berjuang untuk rakyat.

Dalam hal ini konsumen yang sudah membayar lunas unit apartemen namun telah 12 tahun tanpa kejelasan legalitas. Mulai dari Sertifikat Laik Fungsi (SLF) bangunan serta SHM SRS.

"Dari awal perijinannya sudah tidak beres  ini harus diusut. Bagian pengawasan dan pendataan bangunan sejak awal harusnya sudah memberikan peringatan ke pihak pengembang pertama, tapi kami melihat adanya pembiaran kalau  tidak di viralkan dan ada aksi demo tetap saja  landai landai saja, pengawasan dari pemkab Sleman juga tidak ada sehingga bangunan gedung tersebut berdiri tanpa SLF (Sertifikat laik Fungsi)," pungkasnya. (Raya Sanjiwani) 

0 Comment