post image

Tujuh Hari Meninggalnya Athar (4,5) Akibat Tertabrak, Warga Ngampilan Tabur Bunga di Jalan Letjen Suprapto

  • Administrator
  • 03 Aug 2024
  • News


Caption foto: Sambil membawa foto seorang anak yang meninggal setelah tertabrak pengendara yang ugal-ugalan, warga Ngampilan menggelar tabur bunga dan doa bersama.

(Yogyakarta, DIY)- Tabur bunga dilakukan di jalan Letjen Suprapto oleh warga masyarakat Ngampilan, untuk mengenang tujuh hari meninggalnya adik Athar (4,5) akibat tertabrak di jalan tersebut. Hal itupun yang memicu warga membubuhkan tulisan untuk mengingatkan pengendara, bahwa jalan tersebut merupakan  jalan umum, bukan sirkuit.

Kalimat satir yang kini menghiasi sepanjang jalan itupun, merupakan bentuk puncak kekesalan warga masyarakat, atas perilaku pengguna jalan yang seakan tidak peduli dengan keselamatan orang lain. Wargapun berharap, Pemerintah memiliki kebijakan bagi warganya yang resah akan keselamatannya.

Salah satu perwakilan warga Ngampilan Rahmadi mengatakan, aksi yang diikuti puluhan warga termasuk anak-anak ini, merupakan bentuk keprihatinan dan belasungkawa atas meninggalnya salahsatu warganya. Melalui tabur bunga tersebut, diharapkan tidak adalagi korban, dari pengendara yang ugal-ugalan.

"Harusnya pemerintah kota itu mengevaluasi jalan yang satu arah ini, karena yang meninggal ini, dalam bulan ini (Juli) dua orang. Kemudian yang sebelum-sebelumnya sudah ada yang meninggal juga," kata Rahmadi, seusai aksi menabur bunga sepanjang sekitar 50 meter tempat kejadian kecelakaan, Jumat (2/8/2024).

Selama Januari-Juli 2024, Rahmadi mengungkapkan, sudah ada empat korban MD dan satu patah tulang. Warga yang patah tulang, kini harus menggunakan kursi roda merupakan warga Ngampilan, serta beberapa kejadian kecelakaan seperti mobil nabrak tembok maupun warung gudeg.

Lebih lanjut Rahmadi juga menyebutkan, manajemen satu arah jalan Letjen Suprapto dinilai juga merenggut hak sosial masyarakat, dimana kegiatan sosial terutama warga disisi Selatan harus berputar ketika ingin ke Utara.

"Mungkin dari Pemkot Dishub maupun wali kota itu, warga ngampilan itu punya hak sosial, hak sosial dimana peradaban terdahulu itu bisa ke utara, dari utara ke Selatan. Sekarang mau balik ke utara harus muter, itu hak sosialnya, berkunjung ke sodara satu sama lain, ke tetangga satu sama lain di Ngampilan," ucap Rahmadi.

Rahmadi mengungkapkan, anak-anak ketika mau sekolah pun haru berputar ketika sekolah berada di sisi Utara, dan itupun harus diantar karena memang kondisi lalu lintas di jalan tersebut yang relatif memacu kendaraannya dengan kencang. Selain itu, dampak ekonomi juga dirasakan dan tidak sedikit warung yang harus tutup, karena tidak bisa memutar.

"Karena disini kencang-kencang semuanya, sehingga kalau sudah kebablasan tidak mungkin balik ke warung karena satu arah, terus kemudian yang kami cemaskan itu, kami keluar gang seolah-olah sudah terancam nyawanya. Keluar gang di kampung sini, kita keluar dari situ (menunjuk jalan keluar gang), dari utara sudah di klakson-klakson," ujar Rahmadi

Banyaknya kecelakaan pun mengakibatkan anak-anak tidak mungkin untuk melakukan aktivitas bersepeda maupu kegiatan jalan sehat pagi hari

"Lha nek wani (kalau berani) jalan sehat atau lari di pinggir jalan sini, bantere koyo ngono kok (kencangnya seperti ini). Wes jelas ra wani (sudah jelas tidak berani) itu hal yang mustahil untuk anak-anak bersepeda atau lari-lari atau jalan sehat itu mustahil," kata Rahmadi, mengungkapkan.

Salah satu anak warga Ngampilan Okta (10) mengatakan, anak-anak kampung sangat jarang main keluar karena takut laju kendaraan yang kencang. Disamping itu, juga banyaknya kecelakaan yang sering terjadi.

"Kalau dulu dua arah bisa main, motornya ngga kencang," ucap Okta yang juga kakak Athar. (Raya Sanjiwani) 

0 Comment