post image

Darurat Eksploitasi Alam hingga Pengrusakan Hutan, Seniman di Yogyaksrta Tampilkan Karya Seni Rupa “INSTRUMENT”

  • Administrator
  • 12 Oct 2025
  • Event

(Yogyakarta, DIY) -  Krisis ekologis yang kini dihadapi manusia, dinilai para seniman di Yogyakarta bukan semata persoalan ilmiah, melainkan juga persoalan estetika dan etika. Maraknya eksploitasi alam, kerusakan hutan hingga kerakusan manusia terhadap lingkungan hidupnya, membuat sejumlah seniman di Yogyakarta mencoba menghadirkan karya kritis berupa pameran Seni Rupa bertajuk "instrumen" yang digelar di Omah Budoyo, Karangkajen, Minggu (12/10/2025).

Koordinator seniman, Deni Setiawan mengatakan Pameran Seni Rupa: INSTRUMENT merupakan karya berkelompok oleh Yogi Wistyo, Sentot D. Setiawan, N. Rinaldy, Moko Jepe, Deni Setiawan, D. Koestrita, Antonius Ruli, Deden FG.

"Pameran seni rupa lukisan abstrak merupakan refleksi visual atas dinamika hubungan antara manusia dan alam yang kian kompleks. Tema ini meminjam istilah ‘instrument’ sebagai metafora bagi seluruh perangkat kehidupan—baik alamiah maupun ciptaan manusia—yang sejatinya berfungsi menjaga keseimbangan ekosistem, namun sering kali justru menjadi alat destruktif akibat ketidaksadaran dan kerakusan," jelasnya.


Dalam konteks ini, kata Deni, para perupa menghadirkan tafsir visual terhadap isu lingkungan, air, pangan, dan energi sebagai sumber kehidupan yang kini terancam. Alam yang semestinya menjadi ruang harmonis kini mengalami disonansi akibat ketidaksesuaian perilaku manusia. Fenomena alam—seperti perubahan iklim, anomali cuaca, hingga efek kosmis seperti gerhana dan intensitas matahari—menjadi peringatan alam semesta yang tak bisa lagi diabaikan.

"Ketidakseimbangan ini menimbulkan dampak berlapis: perang atas sumber daya, kerusakan lingkungan yang masif, hingga krisis ekonomi global. Pangan, pertanian, dan energi tidak lagi sekadar isu teknis, tetapi menjadi arena perebutan kekuasaan dan kelangsungan hidup. Manusia terperangkap dalam paradoks: di satu sisi berupaya menaklukkan alam, di sisi lain bergantung sepenuhnya padanya," jelas Deni.

Lukisan-lukisan dalam pameran ini tidak bermaksud menjadi representasi literal, melainkan membangun ruang tafsir yang cair dan abstrak. Warna, bentuk, dan ritme menjadi ‘instrumen’ untuk mengungkap getaran emosional dan kesadaran ekologis. Setiap karya berbicara tentang upaya memahami kembali keseimbangan semesta melalui bahasa visual yang intuitif dan kontemplatif.



Melalui INSTRUMENT, para seniman mengajak kita untuk mendengar bunyi-bunyi alam yang selama ini terlupakan—gemericik air, desir angin, atau gema matahari yang memancar dalam warna dan cahaya. Pameran ini bukan sekadar perayaan estetika, melainkan panggilan reflektif untuk menata ulang relasi antara manusia dan bumi.

"Sebab, hanya dengan keselarasan instrumen kehidupanlah harmoni semesta dapat kembali berdentang," pungkasnya. (rsi)

0 Comment