POEM BENGSING RILIS ALBUM PERTAMA "BLENDRANG" DI TBY
(YOGYAKARTA, DIY) - Kelompok musik nyentrik asal Kotagede, Poem Bengsing kembali meramaikan khasanah dunia permusikan Yogyakarta. Pentas tunggal sekaligus rilis album pertama bertajuk Blendrang telah berlangsung dengan meriah di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Selasa (30/9).
Pengarah Musik Poem Bengsing, Ardhani Julian Krisna mengatakan total ada sembilan lagu dalam album Blendrang. Uniknya, lagu-lagu dalam album ini tidak dibuat saklek pada genre musik tertentu. Namun, terdiri dari berbagai genre musik baik dangdut, pop, rock, punk ataupun campursari.
"Setidaknya sudah bisa ditebak, ini yang dimaksud dengan Blendrang," ujarnya saat dikonfirmasi, Rabu (1/9).
Tholi, sapaan akrabnya, menjelaskan pengertian Blendrang yakni sebuah istilah Jawa yang digunakan untuk menyebut sayuran atau masakan yang dimasak berulang kali, bercampur aduk dengan masakan lainnya. Aktivitas itu kerap dilakukan oleh mayoritas masyarakat pedesaan khususnya ibu-ibu rumah tangga.
"Jangan (sayur) nget-ngetan (dipanaskan), semakin dinget biasanya rasa sayur itu akan lebih tebal dan nikmat," katanya.
Sebagai 'jangan nget-ngetan', menurutnya Blendrang akan mendapati kualitas rasa yang lebih lengkap dan matang. Rasa asin, gurih, pedas, manis akan menjadi satu dan menghasilkan rasa makanan yang kompleks.
"Ibaratnya rasa itu adalah perasaan kita, sebuah perjalanan pahit-manis yang menentukan matangnya karakter diri," paparnya.
Spirit tersebut tercermin dalam setiap lagu-lagu yang dibawakan dalam album Blendrang. Sembilan lagu itu menjadi sketsa perjalanan atau siklus kematangan rasa manusia.
Mulai gambaran masa kecil keluarga pada lagu Keluarga Pinus dan Pamanku Pahlawanku. Kemudian masuk masa remaja yang mengenal dunia yang terwakilkan dalam lagu Kencangkan Tali Sepatumu dan Kangslupan Sencaki. Setelah dewasa, mulai merasakan asmara yang bersinggungan dengan kesetiaan yang tertuang pada lagu Blendrang, Mengetuk Hati Ikan dan Selayang Rindu Pandang. Terakhir, lagu Sepasang Tanya dan Sir yang erat dengan penantian dan rahasia.
"Mengalami sekian pengalaman, bercampur banyak perasaan perjalanan untuk nyinau lara, mupuk tresna," jelasnya.
Kelompok musik yang lahir pada 30 September 2022 itu merupakan grup musik yang dimulai dari sekawanan pekerja panggung di balik layar. Tumbuh bukan dari skena musik, Poem Bengsing menempatkan musik sebagai ruang bergembira dan bersilaturami yang semakin luas dan erat.
Poem yang berarti puisi, sedangkan Beng ucapan band pada plesetan jawa, dan Sing berarti menyanyi. Berpadulah bahasa jawa dan asing. Sebuah band yang bernyanyi melalui puisi. Termasuk pengucapan plesetan dari Pom Bensin, tempat pengisian bahan bakar kendaraan.
"Proses membuat lagu dimulai lewat celetukan judul saat ngobrol ngalor-ngidul. Judul sudah ada, baru dibuat lirik dan musiknya. Setidaknya tabungan judul lagu sampai saat ini sudah ada 40an judul," jelasnya.
Beberapa seniman kawakan di Jogja juga menjadi kolaborator dalam pentas tersebut. Baik sebagai pembaca puisi, menari maupun penyanyi. Mulai dari Kukuh Prasetya Kudamai, Seteng Sadja, Elyandra Widharta, Danu Anggada dan Hanif yang ikut memeriahkan panggung pertunjukan.
"Satu lagi yang spesial yakni pembacaan puisi dari sahabat kami seorang tuna netra Yudha Wirajaya," paparnya.
Penulis Puisi Pertunjukan Blendrang, Fahruaddin menambahkan tiga karya yang ia buat yakni Kerawuhan Angen-Angen, Tak Hingga Awalnya dan Coba Cari dibacakan saat peralihan lagu. Ia merespon kata Blendrang dan idiom nget-ngetan untuk dituangkan dalam prosa maupun puisi karyanya.
"Menjadi acuan bagaimana puisi dapat dihadirkan dalam bentuk terkaan ejawantah yang luas. Secara tematik lebih kepada bagaimana self love diimplementasikan dalam bentuk kata lain," ujarnya.
Udin, sapaan akrabnya, mengajak pendengar bahwa kata nget-ngetan dapat diartikan sebagai peningkatan kapasitas diri dalam kehidupan. Bagaimana mengolah permasalahan, serta hal-hal yang diluar kontrol agar dapat disikapi dengan bijak dan penuh perhatian.
Seperti pada pertunjukan-pertunjukan sebelumnya, Poem Bengsing malam itu menggunakan kostum nyeleneh. Seluruh personil mengenakan celana pendek di atas lutut dan memakai celemek seperti ibu-ibu yang akan memasak. Wajah mereka juga didandani seperti karakter hewan dan sebagainya. (rsi)
0 Comment