Polemik Ijazah Jokowi, Sekjen Rejo Semut Ireng Rinatania Fajriani Ajak Masyarakat Kembali Bersatu Demi Bangsa
(Yogyakarta, DIY) – Polemik ijazah Presiden ke-7 Joko Widodo kembali bergulir dan memicu berbagai reaksi di ruang publik. Tidak hanya mencuat di media sosial, diskursus ini juga mulai menyeret institusi pendidikan dan menimbulkan kegaduhan yang menurut sebagian pihak tidak perlu.
Salah satu suara kritis datang dari Sekretaris Jenderal Rejo Semut Ireng sekaligus alumni Universitas Gadjah Mada (UGM), Rinatania Fajriani, S.E., M.Sc., Ph.D (cand.). Menanggapi isu ini, Rina—sapaan akrabnya—menilai narasi yang terus didorong terkait keabsahan ijazah Presiden Jokowi tidak memiliki landasan substansial.
“Sebagai junior di keluarga besar KAGAMA, saya memahami bahwa dinamika politik di kalangan alumni itu nyata dan historis. Tapi Pemilu sudah selesai. Saatnya kita kembali duduk bersama, berkolaborasi demi agenda besar: kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia,” ungkap Rina.
Menurutnya, serangan personal terhadap Jokowi yang tak berbasis fakta hukum hanya akan mencederai integritas publik dan menyesatkan fokus demokrasi. “Isu ini bukan soal legalitas dokumen, tapi lebih ke provokasi distrust terhadap Pak Jokowi. Dan bila narasi yang dibangun hanya untuk merusak legitimasi dan legacy beliau, wajar kalau publik bertanya: apa yang sebenarnya sedang disembunyikan lewat kebisingan ini?”
Rina menyampaikan bahwa Rejo Semut Ireng sejak awal berdiri di garda terdepan mendukung Jokowi, bukan sekadar dalam momen elektoral, tetapi juga dalam kerja-kerja sosial pasca-Pilpres. “Kami tidak hanya hadir saat kampanye. Selepas pemilu, kami kembali ke tengah masyarakat, menjalankan program pemberdayaan petani, nelayan, UMKM, hingga edukasi politik berbasis gotong royong.”
Ia juga menegaskan bahwa Rejo Semut Ireng tidak akan terjebak dalam polarisasi pasca-Pemilu. “Di dunia politik, selalu ada yang menang dan yang kalah. Tapi substansi demokrasi adalah kemampuan untuk berdamai setelah kontestasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Rina mengajak para alumni UGM dan seluruh elemen bangsa untuk kembali menjunjung etika intelektual, mengedepankan akal sehat, dan menolak politik kebisingan yang kontraproduktif.
Menutup pernyataannya, Rina menyampaikan, “Kalau berani bertanding, harus siap menang dan siap kalah. Tapi yang paling penting, siap dewasa. Demokrasi bukan soal siapa paling keras bersuara, tapi siapa paling bijak setelah suara dihitung,” pungkasnya. (rsi)
0 Comment