post image

Terkait Putusan MK, BMPS: Sekolah Swasta Tanpa Pungutan Biaya Maka Pemerintah Wajib Menyusun Regulasi Turunan


(Jakarta) Keputusuan MK terkait sekolah gratis SD termasuk sekolah swasta mendapat reaksi dan tanggapan berbagai pihak tak terkecuali dari akademisi maupun praktisi pendidikan. Salah satunya dari Badan Majelis Perguruan Swasta atau BMPS, yang menyampaikan sikap resmi atas keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.

Ketua Umum BMPS, Ki Dr. Saur Panjaitan menilai bahwa kepustan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXIII/2024 terkait gugatan Undang -Undang no 20 tahun 2023 pasal 34 ayat (2) “Wajib Belajar minimal pada Jenjang Pendidikan Dasar tanpa Memungut Biaya” perlu kejelasan fegulasi turunan yang detail agar tidak  menimbulkan perdebatan hukum, sosial, dan administratif, khususnya terkait otonomi pendidikan swasta dan tanggung jawab negara dalam pembiayaan pendidikan.

"Setelah mendengarkan masukan dari pengurus BMPS Wilayah Provinsi seluruh Indonesia yang kami laksanakan dalam rapat koordinasi tanggal 28 Mei 2025 lalu, maka Pimpinan Pengurus BMPS Nasional, BMPS mengusulkan agar dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah, untuk menyusun regulasi turunan yang tegas, sehingga adanya kepastian hukum, kemudian skema subsidi yang adil dan proporsional serta transparansi pungutan jika diperbolehkan, dengan batasan jelas,"jelas Ki Saur.

Meski demikian, Saur menyampaikan  walaupun tujuan konstitusional adalah mulia, sekolah swasta selama ini mengisi celah dan peran atas keterbatasan pemerintah dalam menyediakan akses pendidikan. Biaya operasional sekolah swasta umumnya tidak ditanggungoleh negara secara penuh.

"Maka, pelarangan pungutan bisa mengakibatkan terganggunya keberlanjutan operasional sekolah swasta. Juga potensi menurunnya kualitas layanan pendidikan. Bahkan ketergantungan total kepada negara tanpa skema pembiayaan yang jelas," jelas Ki Saur.

Dalam hal ini, tambah Saur, kajian akademik hukum harus mempertimbangkan prinsip keadilan distributif dan subsidiaritas, bahwa negara tidak boleh hanya memerintah tanpa menyediakan dukungan fiskal yang memadai.

"Otonomi sekolah swasta/madrasah dalam menentukan model pembiayaan harus tetap tersedia dan terjaga, tanpa dukungan hal itu rasanya eksistensi dan keberlangsungan sekolah/madrasah dipastikan akan terganggu, selain tentu tidak bertentangan dengan prinsip nondiskriminasi dan aksesibilitas," jelas Ki Saur

BMPS menyadari bahwa Keputusan MK yang bersifat final dan mengikat, namun demikian BMPS masih perlu mengkaji dan menganalisis lebih dalam lagi bagaimana teknis penerapannya di lapangan terhadap sekolah/madrasah swasta.

BMPS dalam kesempatan pertama akan menyampaikan kepada Pemerintah sebagai tergugat, dalam hal ini Kementerian Dasar dan Menengah, berupa pandangan, masukan, pertanyaan, usulan dan rekomendasi dari BMPS terkait dampak dari Keputusan MK tersebut.

"Kita harap pemerintah untuk segera menyusun Regulasi turunan yang jelas dan tidak multi tafsir," jelasnya.

Ia menjelaskan pertanyaan mendasar yang masih perlu mendapat pandangan yang sama terhadap Keputusan MK tersebut, yaitu apakah benar sekolah swasta tidak boleh sama sekali mengutip iurandari masayarakat. Kemudian juga apakah sekolah swasta masih boleh mengutip iuran dari masyarakatdengan pengecualian dan persyaratan tertentu?

"Menyikapi kedua pertanyaan mendasar tersebut ada dua pandangan yakni apabila benar sekolah swasta tidak boleh sama sekali mengutip iuran dari masayarakat, maka pertanyaan selanjutnya adalah terkait besaran biaya yang ditanggung pemerintah, lalu berapa besar biaya yang ditanggung oleh Pemerintah untuk sekolah swasta?

Saur juga mengingatkan terkait bagaimana dasar perhitungan biaya yang ditanggung Pemerintah, apakah memperhatikan variabel jumlah siswa, atau memperhatikan jumlah rombongan belajar, atau variabel lainnya.

"Apakah jugamemperhatikan keberadaan kondisi masing-masing antardaerah,  memperhatikan sekolah model asrama,  dan SekolahPondok Pesantren," tambah Saur.

Oleh karena itu, BMPS memberi masukan kepada Pemerintah, agar secara lebih teknis dalam menentukan standar skema pembiayaan, sebagai dasar pertimbangan utama diantaranya komponen biaya operasional pendidikan, biaya operasional personalia dan biaya operasional non-personalia, serta dengan memperhatikan variabel jumlah siswa, jumlah rombongan belajar, kondisi daerah (zona) serta jenis sekolah yang berasrama dan pondok pesantren.

"Selama ini yang menjadi perdebatan adalan ketersediaan anggaran pendidikan yang berasal dari APBN dan APBD, BMPS mengusulkan agar Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan untuk dapat melakukan refocusing anggaran pendidikan yang 20%, sehingga kemendikdasmen menjadi lebih leluasa untuk membiayai pendidikan dasar sebagaimana amanah dari Putusan Mahkama Konstitusi ini," pungkas Saur. (Raya Sanjiwani)

0 Comment