Duel Di Pelataran Siwa

(Yogyakarta) Batu-batu candi itu akan tetap diam, tentu saja. Tapi di pelatarannya, pada sebuah senja di April 2026, keringat akan bercucuran dan decak akan bersahutan. Bukan untuk sebuah ritual kuno, tapi untuk duel. Muaythai.
Di kawasan megah Prambanan, Asosiasi World Muaythai Indonesia (AWMI) dan Badan Otorita Borobudur (BOB) sedang merancang sebuah cetak biru. Sebut saja ini 'gebrakan'. Sebuah ikhtiar menyandingkan warisan adiluhung arsitektur Hindu dengan seni beladiri Thailand yang beringas namun artistik.
Proyeksinya tak main-main: mendongkrak kunjungan wisatawan hingga menyentuh angka 4,2 juta jiwa per tahun di kawasan itu.
Bagi Dewanto P. Siregar, Ketua Umum AWMI, ini bukan sekadar soal siapa menang atau kalah di atas ring. Ini soal 'pengalaman'. "Bayangkan atmosfer pertarungan dengan latar belakang megah Prambanan," ujarnya. Ia tak sedang menjual kompetisi, tapi sebuah "pengalaman visual dan emosional yang tak terlupakan."
Lalu, uang. Tak bisa ditampik, ini juga soal ekonomi.
Sebuah 'multiplier effect', meminjam istilah Dirut BOB, Agustin Peranginangin. Hotel—dari losmen di lorong sempit hingga kamar-kamar berbintang di sekitar Prambanan, Klaten, dan Yogyakarta—dibayangkan akan penuh sesak. "Okupansi... dipastikan akan melonjak drastis," kata Dewanto, seolah sudah melihatnya.
Warung makan tradisional, kedai kopi modern, hingga para pelaku UMKM yang menjajakan suvenir; semua akan 'kecipratan'. Roda ekonomi di akar rumput diharapkan berputar lebih kencang.
Ajang bernama "Yogyakarta Summer Fights Istimewa - AWMI Super Fight Festival" ini memang disiapkan sebagai pemicu, sebuah 'trigger event'. Agustin Peranginangin melihatnya dari kacamata strategi. "Strategi BOB untuk menciptakan atraksi kelas dunia," katanya.
Tujuannya jelas: "menarik wisatawan high-end dan memperpanjang durasi tinggal mereka." Prambanan, dalam skema ini, adalah panggung. Muaythai adalah lakonnya.
Ritualnya pun disiapkan matang. Sehari sebelum duel akbar di Prambanan, para petarung akan 'ditimbang' di panggung alam lain: Tebing Breksi. "Ini untuk mempromosikan juga ya destinasi wisata di DIY," Dewanto menjelaskan.
Dan ini tak akan jadi perhelatan yang steril. Ajang ini tak ingin berjarak dengan denyut lokal. Di sela-sela adu jotos dan tendangan, di antara partai amatir, semi-pro, hingga profesional, akan ada jeda. Jeda yang akan diisi oleh jathilan. Mungkin juga stand up comedy.
April 2026. Para petarung akan naik ring. Di hadapan relief-relief yang telah berabad-abad menyaksikan sejarah, sebuah sejarah baru—walau 'hanya' sport tourism—sedang coba ditulis.
(Raya Sanjiwani)
0 Comment