post image

Koleksi Rafles Tersimpan di British Museum Senilai Ribuan Triliunan Rupiah Diduga Barang Curian dari Keraton Yogyakarta

  • Administrator
  • 07 Nov 2025
  • News

(YOGYAKARTA) – Peristiwa tragis Geger Sepehi tahun 1812—penyerbuan Keraton Yogyakarta oleh pasukan East India Company (EIC) di bawah pimpinan Thomas Stamford Raffles—kini mendapatkan sorotan tajam dari sisi hukum.

​Ketua Yayasan Vasatii Socaning Lokika yang juga Trah Sultan HB II, Fajar Bagoes Poetranto menyebutkan sebuah artikel akademik monumental berjudul "Plunder and Prize in 1812 Java: The Legality and Consequences for Research and Restitution of the Raffles Collections" yang ditulis oleh Dr. Gareth Knapman dan Dr. Sadiah Boonstra, membongkar fakta bahwa penjarahan Keraton keraton yogyakarta  merupakan tindakan ilegal menurut aturan Kerajaan Inggris dan EIC sendiri saat itu, yakni Hukum Prize (Hukum Rampasan Perang).

"Hukum Prize dirancang untuk mengatur rampasan perang resmi, seperti uang publik atau aset militer. Namun, riset ini menunjukkan bahwa Raffles dan perwira EIC melanggar aturan mereka sendiri," jelas Fajar Bagoes Poetranto.

Hukum Prize secara tegas melarang penjarahan properti pribadi oleh tentara, bahkan menjadikannya kejahatan berat. Knapman dan Boonstra menemukan bahwa ribuan objek budaya yang diambil—termasuk Keris pusaka (yang menurut tradisi Jawa adalah milik pribadi), manuskrip, perhiasan, hingga pakaian—adalah properti pribadi Sultan Hamengkubuwono II dan keluarganya.

Perang di Yogyakarta disinyalir direkayasa sebagai dalih untuk kepentingan moneter pribadi perwira tinggi EIC, termasuk Raffles seperti dalam artikel tersebut.

​" Disitu dituliskan bahwa Mayoritas karya seni dan objek warisan budaya yang berakhir di institusi Inggris dianggap berasal dari penjarahan yang melanggar hukum karena tidak termasuk dalam 'properti publik'," ungkap Fajar Bagoes Poetranto.

​Bukan hanya pusaka tak ternilai, penjarahan Geger Sepehi juga melibatkan kekayaan moneter yang sangat besar. Trah Sultan HB II saat ini memperjuangkan pengembalian aset-aset yang dirampas berupa dalam bentuk Moneter (Perak), diperkirakan lebih dari 542 juta dollar. Kemudian Artefak Budaya, Ribuan Keris, Manuskrip, Perhiasan, dan Objek Seni (belum termasuk valuasi penuh)," ungkap Fajar Bagoes Poetranto

Kesimpulan riset ini memberikan tekanan hukum yang tak terbantahkan. Koleksi Jawa yang kini disimpan di institusi besar seperti British Museum dan British Library berasal dari "Akuisisi Terlarang" (Illicit Acquisition). Penulis menyatakan, lembaga-lembaga ini berpotensi dianggap sebagai "penerima barang curian" dari para perwira Inggris yang melanggar perintah pemerintah mereka sendiri demi pengayaan pribadi.


​Temuan ini menjadi titik balik krusial bagi upaya claming aset Trah Sultan HB II kini memiliki dasar hukum yang solid, membuktikan bahwa benda-benda tersebut tidak hanya diambil dalam konteks kolonial, tetapi melalui tindakan ilegal di bawah payung hukum penjajah itu sendiri. Hal ini meningkatkan tekanan bagi Pemerintah Inggris untuk segera mengembalikan warisan yang dicuri dari Keraton Yogyakarta lebih dari dua abad silam.
Selain itu, temuan ini menjadi titik balik krusial bagi upaya repatriasi. Jika sebelumnya argumen repatriasi didominasi oleh isu moral, kini trah HB II memiliki dasar hukum yang solid untuk menuntut pengembalian.

Dalam pernyataan yang tegas, salah satu perwakilan Trah Sultan HB II menyuarakan desakan mereka. "Ini bukan lagi soal 'hadiah' atau 'rampasan perang' yang sah. Riset ini membuktikan secara gamblang bahwa pada saat  Sultàn Hamengkubuwono II mempimpin Keraton Yogyakarta  adalah korban pencurian yang diatur. Kami menuntut bukan hanya pengembalian ribuan manuskrip artefak dan pusaka, tetap keadilan atas kerugian moneter kami yang mencapai triliunan rupiah tetapi juga pertanggung jawaban Inggris atas perisitiwa geger sepehi 1812.

​"Pemerintah dan Kerajan Inggris harus menghormati hukum mereka sendiri yang berlaku pada tahun 1812. Kami memiliki bukti bahwa museum mereka saat ini menyimpan barang-barang yang diperoleh secara ilegal. Kami saat ini sedang melakukan claming aset kepada Kerajaan dan Pemerintah Inggris secara Privat  memperjuangkan pengembalian aset dan manuskrip milik Sultan Hamengkubuwono II ," pungkas Fajar Bagoes Poetranto. (Rsi) 

0 Comment