Ratusan Pakar Energi Se Indonesia Rekomendasikan Energi Berkelanjutan Hadapi Krisis Energi
Dekan Fakultas Teknik UGM, Prof Selo, saat seminar transisi energi dan kelistrikan di UGM Yogyakarta, Selasa (16/5/2023)
(Yogyakarta DIY) Sebanyak 120 pakar energi dan kelistrikan di tanah air, melakukan pertemuan di Yogyakarta membahas transisi energi berkelanjutan, Selasa (16/5/2023). Salah satunya digelar Seminar mengenai Transisi Energi dan Kelistrikan di Fakultas Teknik UGM Yogyakarta.
Menurut Dekan Fakultas Teknik UGM, Prof. Ir. Selo, S.T., M.T saat ini pembangunan nasional yang berkelanjutan, jaminan ketersediaan energi listrik yang andal, cukup, berkualitas dan ekonomis menjadi prasyarat untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan sosial, penciptaan lapangan kerja produktif, memperkuat industri dan menciptakan sektor bisnis yang sehat.
"Tenaga listrik merupakan driver utama dalam mendukung aktivitas perekonomian pada suatu negara," jelas Prof Selo.
Aktivitas ekonomi ini memiliki korelasi yang erat dengan tingkat kemakmuran masyarakat. Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan tenaga listrik menjadi salah satu faktor pendukung tercapainya kemakmuran masyarakat. Agar pasokan listrik dapat terjamin dan berkelanjutan dengan kualitas dan keandalan yang baik, maka industri penyedia tenaga listrik nasional, di dalam hal ini PT PLN (Persero) harus di dorong dan di design menjadi
perusahaan listrik nasional yang tumbuh dan sehat.
Transisi energi mengacu pada tren pergeseran penggunaan sumber energi fosil yang tidak terbarukan seperti minyak bumi, gas alam dan batu bara ke sumber energi terbarukan seperti energi surya, energi angin dan energi air. Transisi energi menjadi semakin penting karena masalah lingkungan dan ketersediaan sumber daya yang semakin menipis.
"Transisi energi juga mencakup upaya untuk meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil," jelas Prof Selo.
Upaya transisi energi juga melibatkan kebijakan pemerintah yang mendukung sumber energi terbarukan dan memberikan insentif untuk mengurangi penggunaan energi fosil. Berbagai kebijakan untuk percepatan transisi energi telah dituangkan baik melalui Peraturan Pemerintah (PP. No 79/2014), Peraturan Presiden (Perpres No 19/2017), terakhir Perpres no 112/2022 dan lebih update adalah rencana terbitnya UU EBT yang diinisiasi oleh DPR RI.
Sementara itu, pihak PT PLN (Persero) juga telah merespon secara aktif dan adaptif untuk percepatan transisi energi melalui rencana eksekusi yang telah dituangkan di RUPTL. Dengan percepatan pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan di dalam komposisi energi mix nasional, juga berdampak terhadap rencana percepatan pemanfaatan EBT di sektor ketenagalistrikan, terutama percepatan untuk mencapai net zero emission yang telah menjadi komitmen Pemerintah RI pada tahun 2060. Jika PT PLN dapat tumbuh menjadi perusahaan kelistrikan yang sehat, diharapkan PT PLN (persero) dapat menjadi salah satu lokomotif besar penggerak pereknomian di sektor energi. Saat ini dunia sedang menghadapi transisi energi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam upaya penyediaan energi listrik.
Berkaitan dengan hal tersebut, Engineering Research and Inovation Center Fakultas Teknik bekerjasama dengan pakar pakar kelistrikan dari UI, ITB, Undip dan ITS serta organisasi seperti MKI, PJCI, METI dan MEBNI akan menyelenggarakan seminar dengan tema “Membangun Industri Kelistrikan Yang Sehat Untuk Mendukung Percepatan Transisi Energi”.
“Dapat dihasilkan pemikiran pemikiran strategis berdasarkan masukan masukan dari regulator, para pakar, assosiasi yang akan didokumentasikan sebagai masukan kepada Pemerintah, DPR dan PT PLN (Persero) bagaimana membangun industri kelistrikan nasional yang sehat dan berkelanjutan”.
Adapan tujuan dilakukannya Seminar Industri Kelistrikan dan Energi Berkelanjutan ini, diantaranya terkait pandangan Pemerintah/Regulator bagaimana membangun Industri Kelistrikan Yang sehat mendukung percepatan EBT, Persfektif akademis, agar industri kelistrikan Nasional dapat tumbuh sehat, berkembang dan mandiri, dengan pendekatan pemberian margin yang wajar, tatakelola tarif, mekanisme subsidi dan kompensasi. Selain itu juga untuk Percepatan transisi energi tidak menjadi beban keuangan negara, Dukungan regulasi yang konsisten dan terintegrasi untuk mendukung percepatan transisi energi, Pembentukan pasar dan mekanisme tarif EBT serta Skenario penerapan power wheeling yang berkeadilan.
"Kegiatan ini akan dilaksanakan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) Terbatas yang akan menghasilkan pokok-pokok pikiran dari perspektif akademik tentang Membangun Industri Kelistrikan Yang Sehat Mendukung Percepatan Transisi Energi.," jelas Prof Selo.
Selain itu, digelar juga Seminar Bermode Hybrid (Daring dan Luring) yang akan menjadi momentum expose dan penyampaian pokok-pokok pikiran dari perspektif akademik yang telah dibangun di kegiatan sebelumnya dengan mengundang pembicara dan penanggap multi-stakeholder dan peserta dari kelompok akademisi, regulator, asosiasi, dan industri.
Prof Selo juga menyampaikan bahwa finalisasi pokok-pokok pikiran menjadi dokumen rekomendasi final yang siap diserahkan ke DPR RI dan PLN dan Penyerahan dokumen rekomendasi final ke DPR RI, Pemerintah, dan PLN.
Berbagai upaya untuk percepatan transisi energi seharusnya tetap berada dalam koridor untuk menjaga dan mendorong agar industri kelistrikan dapat tumbuh secara sehat, percepatan EBT menciptakan ekonomi baru di sektor kelistrikan, menambah lapangan kerja baru, penguasaan teknologi EBT yang terus meningkat, tarif tetap terjaga di dalam koridor ke ekonomian, beban pemerintah melalui subsidi ataupun kompensasi tidak meningkat dan margin PLN (Persero) tetap terjaga di dalam koridor untuk menjamin keberlanjutan.
Untuk mendukung agar industri kelistrikan nasional yang sehat dapat tumbuh, berbagai instrumen yang menjadi indikator kesehatan industri kelistrikan seharusnya menjadi acuan di dalam tata kelola
kelistrikan nasional. Berbagai instrumen sebagai indikator untuk membangun industri kelistrikan yang sehat dilihat dari perspeektif akademis, maka perusahaan kelistrikan harus memiliki kemampuan
untuk mampu melayani semua tipe pelanggan pada wilayah yang sudah ditentukan kemudian memberikan layanan yang memadai secara merata (dengan standard kehandalan dan mutu tertentu). Selanjutnya melayani dengan harga yang wajar dan tanpa diskriminasi (semua pelanggan mendapatkan mutu yang sama). Penerapan tarif secara ekonomis tanpa adanya tarif diskiriminatif yang membebani perusahaan, dan memiliki kemampuan investasi pengembangan dan keberlanjutan untuk meningkatkan mutu pelayanan (UGM, 2020) didukung margin yang cukup > 10%.
Sementara sasaran dan target peserta dsri jenis pemangku kepentingan /stakeholder range target peserta, akademisi Perguruan Tinggi (Sasaran Utama TE, Hukum, Ekonomi) terdiri dari 90 orang - 120 orang Mahasiswa/BEM dari 11 Universitas (Sasaran Utama TE, Hukum, Ekonomi), 50 orang - 80 orang Pemerintah Pusat / Regulator, 10 orang - 20 orang Perusahaan Listrik Negara (PLN), 10 orang - 20 orang Asosiasi Terkait Energi (13 Asosiasi) 40 orang - 60 orang dengan total Peserta 200 orang - 300 orang. (Raya Sanjiwani).
0 Comment